Saturday, October 29, 2011

Dongeng Anak: Anjing Itu Menyelamatkan Si Anak Yatim dan Amin Yang Baik Hati

Dongeng Anak: Anjing Itu Menyelamatkan Si Anak Yatim

Buli adalah seekor anjing. Ia tinggal di peternakan keluarga Doni. Tubuhnya kecil. Bulunya berwarna cokelat. Ayah Doni telah mengajarinya beberapa hal. Dia mengajarinya bagaimana mengambil suatu benda. Dia juga mengajarinya bagaimana membawa benda. “Ia anjing yang pandai. Ia dapat membawa sebutir telur dengan mulutnya tanpa pecah,” ucap ayah Doni bangga. Suatu hari Doni mendengar suara keras. Dia melihat ke luar jendela. Di depan sana tampak sebuah truk menuju peternakan. Rem truk itu blong dan Pak Sopir tak dapat menghentikannya. “Cepat buka pintu peternakan!” teriak Pak Sopir. Truk terus melaju. Dua pekerja peternakan cepat-cepat membuka pintu. Truk memasuki peternakan.

Dongeng Anak: Anjing Itu Menyelamatkan Si Anak Yatim

Beruntung saat itu semua ternak berada di kandang. Namun, tiba-tiba seekor induk ayam dan anak-anaknya melintasi jalan yang akan dilalui truk. “Hush, hush!” seru ayah Doni menghalau ayam-ayam itu. Seorang pekerja melempar batu ke arah ayam-ayam itu. Induk ayam cepat membawa anakanaknya menyingkir dari jalan itu. Oh, ternyata tak semua anak ayam mengikuti induknya. Seekor anak ayam tertinggal di tengah jalan. Ia menciap-ciap dengan keras. Sementara itu truk terus melaju. Kalau tidak cepat menyingkir, anak ayam itu bisa terlindas truk.Doni, ayahnya, dan semua yang ada di peternakan itu hanya bisa terdiam melihatnya.

Tak ada yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan anak ayam itu. Tiba-tiba, siuuut! Dengan gerakan sangat cepat, Buli melesat ke arah anak ayam itu. Cepat digigitnya anak itu, lalu, siuuut … Buli cepat menyingkir dari jalan itu. Anak ayam itu selamat. Truk terus melaju menuju bukit kecil di ujung jalan dan akhirnya berhenti karena tak kuat menanjak. “Kau anjing yang pandai!” ucap ayah Doni pada Buli amat bangga. “Kau juga pemberani!” “Guk, guk, guk!”

Dongeng Anak:Amin Yang Baik Hati

Amin berjalan-jalan tidak jauh dari rumahnya. Dia memerhatikan burung, bunga, dan pepohonan. Dia terus berjalan hingga masuk ke dalam hutan. Tidak berapa lama hari pun gelap. Amin bermaksud pulang. Dia mencari jalan menuju rumahnya. Namun, dia tidak dapat mengingat jalan pulang. Amin tersesat. Karena sangat letih, dia duduk di bawah sebuah pohon yang besar. “Barangkali, jika aku beristirahat sebentar, aku akan dapat mengingat jalan pulang,” pikirnya. Segera ia tertidur lelap. “Tolong! Tolong!” terdengar teriakan. Amin terbangun dan memerhatikan sekelilingnya. Siapa yang berteriak? Dia melihat seekor ular yang besar.

Dongeng Anak:Amin Yang Baik Hati

Ular itu bergerak perlahan menaiki pohon. Ia akan memangsa anak-anak burung yang berada di sarang di sebatang cabang yang tinggi pohon itu. Anak-anak burung itu masih sangat kecil dan belum bisa terbang. Mereka mengepak-ngepakkan sayap dan berteriak. Si ular jahat terus bergerak. Amin memerhatikan dengan cemas ketika ular itu membuka lebar mulutnya. Dia mengambil sebatang ranting, memanjat pohon, dan memukul si ular. Szzzz! Szzzz! Ular itu menyerang Amin dengan ganas sekali. Berkali-kali Amin memukulnya. Dan terjadilah perkelahian yang seru. Si ular sangat panjang dan kuat sedangkan Amin yang masih muda, kuat dan sangatlah berani. Ular itu kewalahan dan akhirnya melarikan diri. Anak-anak burung mencicit gembira. Amin telah menyelamatkan mereka. Amin telah menjadi pahlawan mereka! Karena amat letih, Amin berbaring di tanah dan kembali tertidur dengan lelapnya. Tiba-tiba angin bertiup sangat keras. Pohon-pohon bergoyang. Semua binatang ketakutan dan lari bersembunyi. “Awas, si burung raksasa! Ia telah kembali!” teriak mereka. “Bersembunyilah!

Ayo, segeralah bersembunyi!” Para binatang itu pun bersembunyi di sarang mereka sambil berjaga-jaga. Anak-anak burung berseru gembira menyambut kedatangan induknya. Ketika hampir mendarat, si burung raksasa tiba-tiba melihat Amin yang tertidur lelap di bawah pohon. “Manusia!” pekiknya. “Aku akan mencabik-cabiknya hingga hancur dengan cakarku yang tajam!” Anak-anaknya berteriak, “Ibu, jangan melukainya! Dia teman kami! Dia telah mengusir si ular jahat dan menyelamatkan hidup kami!”

Si burung raksasa memerhatikan Amin. Amin terbangun dari tidurnya. Dia menggeliat. Ketika melihat si burung raksasa, dia amat kaget. Belum pernah Amin melihat burung seperti itu. Sayapnya yang lebar menutupi sebagian permukaan tanah tempat dia berbaring. Namun, dia tidak merasa takut. Amin pun menyapanya. Si burung raksasa mengangguk. “Kau lapar?” ia bertanya kepada Amin sambil menyodorkan buah-buahan yang ada dalam genggaman cakarnya. Amin mengangguk. Dia lalu mengulurkan tangannya untuk menerima buah-buahan yang disodorkan si burung raksasa. “Kami juga lapar, Bu!” seru anak-anaknya tak sabar. Segera si burung raksasa memberi mereka makan. Amin mengucapkan terima kasih.

Karena masih mengantuk, Amin pun tidur kembali. Sepanjang malam si burung raksasa menjaganya. Ia membentangkan sayapnya lebarlebar untuk melindungi Amin dari dingin malam yang amat menusuk. Keesokan paginya, ketika Amin bangun dia menemukan dirinya ditutupi sayap yang sangat besar. Amin merasa ngeri. “Jangan takut. Aku menutupimu agar tidak kedinginan,” jelas si burung raksasa. “Karena kau telah menyelamatkan anak-anakku, kini aku akan melakukan apa pun yang kauminta.” Amin mengucapkan terima kasih. Amin lalu menceritakan kisahnya dan minta diantarkan pulang. “Baiklah. Tapi, makanlah dulu.” “Kami juga lapar, Bu,” teriak anak-anaknya. Selesai makan, si burung raksasa mengantarkan Amin pulang. Sebelum berangkat ia berpesan, “Berpeganglah kuat-kuat pada tubuhku! Jangan dilepas! Hari ini angin berembus sangat kencang.”

Amin lalu naik ke punggung si burung raksasa. Anak-anak burung berteriak mengucapkan selamat jalan dan meminta Amin datang kembali di lain hari. Si burung raksasa segera mengangkasa membawa Amin. Tidak berapa lama Amin melihat rumahnya. “Itu rumahku!” serunya sangat gembira. Perlahan-lahan si burung raksasa mendarat, menurunkan Amin. Sebelum pergi, sekali lagi ia mengucapkan terima kasih dan tidak akan melupakan kebaikan Amin.

Dongeng Anak: Anjing Itu Menyelamatkan Si Anak Yatim dan Amin Yang Baik Hati

Wednesday, October 12, 2011

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio dan Buaya Sama Burung Penyanyi

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio

Pak Rio menatap buah semangkanya dengan sedih. Kemarin, buah itu sangat segar dan besar. Tapi kini? Oh, buah itu mengerut layu dan membusuk! Pak Rio duduk termangu memikirkan hal itu. Air matanya menetes. “Oh, berhentilah menangis! Air matamu membuat aku basah kuyup!” satu suara terdengar marah. Pak Rio melihat ke bawah. Dia menemukan seekor tikus kebun sedang memeras pakaiannya. “Oh, maaf,” seru Pak Rio. “Aku sangat sedih. Tadinya aku berharap tahun ini aku bisa menang di lomba buah semangka terbaik. Tapi… kejadian seperti tahun-tahun lalu terjadi lagi. Buah semangkaku yang besar dan cantik tiba-tiba saja membusuk sebelum aku mengikuti lomba itu. Pak Kuro, tetangga sebelah rumahku, pasti akan memenangkan lomba itu, seperti tahun-tahun lalu. Buah semangkanya tak pernah mengalami hal buruk seperti yang selalu aku alami.” “Aku tahu mengapa kau tidak pernah bisa memenangkan lomba itu,” kata si Tikus Kebun. “Suatu malam aku keluar dari liangku. Aku melihat Pak Kuro menusukkan sebatang kayu seperti jarum ke semangkamu. Itu sebabnya buah semangkamu membusuk.

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio

Tapi tak usah sedih. Aku akan membantumu. Aku punya teman yang bisa menolongmu. Apa kau masih punya buah semangka?” “Ada. Tapi kecil.” Pak Rio menunjukkan buah semangkanya yang hampir sebesar ketimun. “Kau pasti akan memenangkan lomba itu,” kata si Tikus kebun. Ia kemudian bergegas menuju gua di tengah hutan, menemui kawannya, si Pengatur Cuaca. Tikus Kebun menceritakan kesusahan yang dialami Pak Kuro. “Tenanglah,” kata si Pengatur Cuaca. “Itu mudah. Aku akan membuat matahari bersinar terik selama tiga hari sebelum lomba itu diadakan. Buah semangka Pak Rio akan tumbuh besar, melebihi buah semangka sebelumnya. Namun, buah semangka Pak Kuro akan menjadi sangat masak dan membusuk.” Si Tikus Kebun merasa senang. Dan seperti janji si Pengatur Cuaca, matahari pun bersinar lebih terik dari biasanya. Buah semangka Pak Rio tumbuh lebih besar dari buah-buah semangka sebelumnya. Pak Rio sangat senang. Sementara di kebun sebelah, terdengar suara marah-marah Pak Kuro sebab semangkanya membusuk. Saat lomba, olala, tentu saja buah semangka Pak Rio menjadi pemenang. Buah itu sangat besar. Belum pernah ada semangka sebesar itu selama ini. Semua orang sangat kagum. Sementara itu, Pak Kuro merasa malu sekali. Pak Rio mengucapkan terima kasih pada Tikus Kebun. Dia memintanya tinggal di kebunnya dan memberinya makan setiap hari.


Dongeng Anak: Buaya dan Burung Penyanyi

Buaya dan Burung Penyanyi bersahabat akrab. Hari ini mereka asyik bercakap. Burung Penyanyi bertengger di hidung Buaya. Namun, beberapa saat kemudian, Buaya merasa mengantuk. Ia mengusap dan membuka mulutnya lebar. Oh, Burung Penyanyi yang bertengger di hidung Buaya terpeleset masuk ke dalam mulut Buaya. Sayangnya, Buaya tidak tahu. Ia bingung mencari Burung Penyanyi yang kini tak ada lagi di hidungnya. “Aneh! Ke mana Burung Penyanyi?” gumam Buaya. “Ia pasti sedang mengajakku bercanda.” Buaya melihat ke belakang, ke ekornya. Namun, burung itu tidak ada. Buaya lalu mencari Burung Penyanyi di semak-semak. Ia memasukkan moncongnya ke semak-semak di tepi sungai. Namun, Burung Penyanyi tetap tidak ditemukannya. “Ke mana ia?” gumam Buaya kembali. Buaya akhirnya memejamkan mata untuk tidur. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam dirinya. “Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. “Selama hidup, baru kali ini aku dapat bernyanyi. Wow, aku akan mengajak Burung Penyanyi sahabatku untuk bernyanyi bersama. Pasti akan sangat menyenangkan!” Buaya kemudian asyik mendengarkan senandung yang keluar dari dalam dirinya. Setelah beberapa lama ia merasa lelah.
Ia lalu membuka mulutnya dan menguap lebar-lebar. Ketika akan menutup matanya, ia melihat satu makhluk bertengger di hidungnya. Makhluk itu kelihatan sangat marah. Ia si Burung Penyanyi. “Kau jahat!” omel burung itu. “Mengapa kau tidak memberi tahu kalau ingin membuka mulut? Aku terjatuh ke dalam mulutmu, tahu? Menyebalkan!” Buaya mengernyitkan dahi. “Jadi,” katanya, “senandung yang terdengar dari dalam diriku itu suara senandungmu? Bukan senandungku?” “Ya!” jawab Burung Penyanyi. Ekornya digoyang-goyangkan. “Kau kan tahu, kau tidak bisa bernyanyi sama sekali! Suaramu sangat sumbang! Tak enak didengar!” Buaya sangat sedih mendengar perkataan itu. Air matanya menetes. “Aku pikir senandung itu suaraku,” katanya pilu. “Kau tahu, aku ingin sekali bisa bernyanyi. Tadi kupikir aku sudah bisa menyanyi. Ternyata? Oh, betapa malangnya aku yang bersuara buruk!” Burung Penyanyi merasa iba. Ia segera mencari cara untuk menghibur sahabatnya itu. “Teman, bagaimana kalau kau membuat gelembung gelembung air dan aku bersenandung? Kita lakukan secara bersamaan. Suara yang terdengar pasti sangat enak didengar.” Buaya setuju. Ia lalu memasukkan moncongnya ke dalam air dan membuat gelembung-gelembung. Burung Penyanyi bernyanyi. Suara nyanyiannya sangat pas dengan suara gelembung-gelembung air yang dibuat Buaya. Buaya senang sekali. Sejak itu mereka berdua selalu melakukan hal itu setiap hari. Agar Burung Penyanyi tidak masuk lagi ke dalam mulutnya, Buaya selalu memberi tahu dulu sebelum membuka mulutnya. Wow, mereka rukun, ya!

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio dan Buaya Sama Burung Penyanyi