Dongeng Anak: Dido dan Si Ayam Jago
Dido, si kalkun, adalah raja di peternakan itu. Bila ada binatang lain
mendekatinya, ia akan marah sekali. Dengan sayap dikembangkan
lebar-lebar, jengger dan ekor ditinggikan, ia menakuti binatangbinatang
itu. Kalau sudah melihat Dido begitu, binatang-binatang itu cepat
menjauhinya. Mereka takut terkena hajarannya.
Suatu hari, pemilik peternakan membeli seekor ayam jago. Tubuh ayam itu
kecil, tapi tampak kekar dan kuat. Melihat keberadaannya di peternakan itu,
Dido terlihat tak suka. Saat ayam jago itu tengah mengais-ngais tanah, penuh
marah ia mendatanginya. Sayapnya dikembangkan lebar-lebar. Jengger dan
ekornya dinaikkan. Si ayam jago tak takut. Penuh waspada ia terus mengais tanah. Tiba-tiba
Dido menerjangnya sekuat tenaga.
Dengan gesit ayam jago itu menghindar. Terjangan Dido luput.
Dongeng Anak: Dido dan Si Ayam Jago
Ia lalu
kembali menerjang, lalu sekali lagi menerjang. Akan tetapi, kembali dan
kembali si ayam jago bisa menghindar. Akhirnya ayam jago itu kesal.
Ketika Dido kembali menerjangnya, ayam jago itu tak menghindar. Ia
balas menerjang.
Buk!
Ayam jago itu menghantam keras kepala Dido.
Dido terjungkal. Lama ia diam tak bergerak. Lalu dengan terhuyunghuyung
ia bangkit. “Ku-ku-ru-yuk!” Si ayam jago berkokok nyaring. Melihat
itu Dido ketakutan. Cepat ia pergi menjauhi ayam itu.
Ayam jago kemudian menjadi raja baru di peternakan itu. Bila ia berkokok,
seketika Dido gemetar takut. Ia tak berani dekat-dekat dengannya. Ia juga tak
berani sok lagi pada binatang-binatang lain di peternakan itu.
Dongeng Anak: Dokter Nyitnyit
Nyitnyit Kera adalah dokter gigi. Ia membuka klinik di Hutan Wauwau.
Seluruh binatang penghuni hutan itu menyambut gembira. Kini
mereka tak perlu lagi ke hutan lain untuk memeriksakan persoalan
gigi mereka.
Nyitnyit Kera amat periang. Ia menerima pasien-pasiennya dengan ramah.
Ia mencabut gigi tanpa pasien merasa sakit. Dinasihatinya para pasien untuk
menjaga kesehatan gigi. “Gosoklah gigi dengan teratur,” katanya pada para
pasien. “Jangan banyak makan makanan manis.”
Dua hari yang lalu Wangwang Beruang sakit gigi. Ia datang ke Dokter
Nyitnyit. Ucap Dokter Nyitnyit usai memeriksanya, “Satu gigi Saudara busuk.
Harus dicabut. Setelah itu Saudara tak akan sakit gigi lagi.”
Wangwang Beruang ngeri mendengar itu. Ia gemetar, membayangkan
betapa sakitnya giginya dicabut. Berkat nasihat teman yang mengantarnya,
Wangwang akhirnya mau giginya dicabut. Dokter Nyitnyit pun beraksi. Gusi
tempat gigi yang akan dicabut disuntik kebal. Katanya pada Wangwang,
“Saudara tidak akan merasa sakit sedikit pun saat gigi Saudara dicabut.”
Dokter Nyitnyit mencabut gigi Wangwang Beruang. Wangwang Beruang
tak merasa sakit.
Dongeng Anak: Dokter Nyitnyit
Namun, ia menjerit keras sekali dan baru berhenti saat
Nyitnyit Kera menunjukkan gigi yang telah dicabutnya padanya.
“Berapa bayarnya, Pak?” tanya Wangwang Beruang.
“Empat puluh lima ribu.”
“Bukan lima belas ribu, Pak?”
“Biasanya memang segitu. Tetapi untuk Saudara lain,” ucap Dokter
Nyitnyit. “Saudara tahu? Tadi, saat Saudara menjerit, dua pasien saya kabur
ketakutan. Jadi kelebihan tiga puluh ribu untuk mengganti kerugian saya,
karena kehilangan kedua pasien itu.” Mendengar penjelasan itu, para pasien
yang tengah menunggu giliran seketika tertawa terpingkal-pingkal. Wangwang Beruang tersenyum kecut. Dokter Nyitnyit kemudian memintanya membayar
lima belas ribu saja seperti biasa.
Suatu hari, Pak Macan datang ke klinik Nyitnyit Kera. Dokter Nyitnyit
lalu memeriksa giginya. Serunya, “Ada lubang… lubang… lubang… di gigi
Bapak!”
“Mengapa Bapak mengucapkan lubang berulang-ulang?” tanya Pak
Macan.
“Lho, hanya sekali, kok,” sahut Dokter Nyitnyit. “Apa yang Bapak dengar
berulang-ulang itu adalah suara gema yang disebabkan oleh adanya lubang
di gigi Bapak.”
Begitulah Dokter Nyitnyit. Ia selalu memperlakukan para pasien dengan
penuh ramah dan penuh canda. Semua suka padanya. Kian hari pasiennya
kian banyak. Tak hanya penghuni Hutan Wauwau yang memeriksakan
persoalan gigi mereka padanya, tetapi juga penghuni hutan-hutan lain.