Wednesday, October 12, 2011

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio dan Buaya Sama Burung Penyanyi

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio

Pak Rio menatap buah semangkanya dengan sedih. Kemarin, buah itu sangat segar dan besar. Tapi kini? Oh, buah itu mengerut layu dan membusuk! Pak Rio duduk termangu memikirkan hal itu. Air matanya menetes. “Oh, berhentilah menangis! Air matamu membuat aku basah kuyup!” satu suara terdengar marah. Pak Rio melihat ke bawah. Dia menemukan seekor tikus kebun sedang memeras pakaiannya. “Oh, maaf,” seru Pak Rio. “Aku sangat sedih. Tadinya aku berharap tahun ini aku bisa menang di lomba buah semangka terbaik. Tapi… kejadian seperti tahun-tahun lalu terjadi lagi. Buah semangkaku yang besar dan cantik tiba-tiba saja membusuk sebelum aku mengikuti lomba itu. Pak Kuro, tetangga sebelah rumahku, pasti akan memenangkan lomba itu, seperti tahun-tahun lalu. Buah semangkanya tak pernah mengalami hal buruk seperti yang selalu aku alami.” “Aku tahu mengapa kau tidak pernah bisa memenangkan lomba itu,” kata si Tikus Kebun. “Suatu malam aku keluar dari liangku. Aku melihat Pak Kuro menusukkan sebatang kayu seperti jarum ke semangkamu. Itu sebabnya buah semangkamu membusuk.

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio

Tapi tak usah sedih. Aku akan membantumu. Aku punya teman yang bisa menolongmu. Apa kau masih punya buah semangka?” “Ada. Tapi kecil.” Pak Rio menunjukkan buah semangkanya yang hampir sebesar ketimun. “Kau pasti akan memenangkan lomba itu,” kata si Tikus kebun. Ia kemudian bergegas menuju gua di tengah hutan, menemui kawannya, si Pengatur Cuaca. Tikus Kebun menceritakan kesusahan yang dialami Pak Kuro. “Tenanglah,” kata si Pengatur Cuaca. “Itu mudah. Aku akan membuat matahari bersinar terik selama tiga hari sebelum lomba itu diadakan. Buah semangka Pak Rio akan tumbuh besar, melebihi buah semangka sebelumnya. Namun, buah semangka Pak Kuro akan menjadi sangat masak dan membusuk.” Si Tikus Kebun merasa senang. Dan seperti janji si Pengatur Cuaca, matahari pun bersinar lebih terik dari biasanya. Buah semangka Pak Rio tumbuh lebih besar dari buah-buah semangka sebelumnya. Pak Rio sangat senang. Sementara di kebun sebelah, terdengar suara marah-marah Pak Kuro sebab semangkanya membusuk. Saat lomba, olala, tentu saja buah semangka Pak Rio menjadi pemenang. Buah itu sangat besar. Belum pernah ada semangka sebesar itu selama ini. Semua orang sangat kagum. Sementara itu, Pak Kuro merasa malu sekali. Pak Rio mengucapkan terima kasih pada Tikus Kebun. Dia memintanya tinggal di kebunnya dan memberinya makan setiap hari.


Dongeng Anak: Buaya dan Burung Penyanyi

Buaya dan Burung Penyanyi bersahabat akrab. Hari ini mereka asyik bercakap. Burung Penyanyi bertengger di hidung Buaya. Namun, beberapa saat kemudian, Buaya merasa mengantuk. Ia mengusap dan membuka mulutnya lebar. Oh, Burung Penyanyi yang bertengger di hidung Buaya terpeleset masuk ke dalam mulut Buaya. Sayangnya, Buaya tidak tahu. Ia bingung mencari Burung Penyanyi yang kini tak ada lagi di hidungnya. “Aneh! Ke mana Burung Penyanyi?” gumam Buaya. “Ia pasti sedang mengajakku bercanda.” Buaya melihat ke belakang, ke ekornya. Namun, burung itu tidak ada. Buaya lalu mencari Burung Penyanyi di semak-semak. Ia memasukkan moncongnya ke semak-semak di tepi sungai. Namun, Burung Penyanyi tetap tidak ditemukannya. “Ke mana ia?” gumam Buaya kembali. Buaya akhirnya memejamkan mata untuk tidur. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam dirinya. “Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. “Selama hidup, baru kali ini aku dapat bernyanyi. Wow, aku akan mengajak Burung Penyanyi sahabatku untuk bernyanyi bersama. Pasti akan sangat menyenangkan!” Buaya kemudian asyik mendengarkan senandung yang keluar dari dalam dirinya. Setelah beberapa lama ia merasa lelah.
Ia lalu membuka mulutnya dan menguap lebar-lebar. Ketika akan menutup matanya, ia melihat satu makhluk bertengger di hidungnya. Makhluk itu kelihatan sangat marah. Ia si Burung Penyanyi. “Kau jahat!” omel burung itu. “Mengapa kau tidak memberi tahu kalau ingin membuka mulut? Aku terjatuh ke dalam mulutmu, tahu? Menyebalkan!” Buaya mengernyitkan dahi. “Jadi,” katanya, “senandung yang terdengar dari dalam diriku itu suara senandungmu? Bukan senandungku?” “Ya!” jawab Burung Penyanyi. Ekornya digoyang-goyangkan. “Kau kan tahu, kau tidak bisa bernyanyi sama sekali! Suaramu sangat sumbang! Tak enak didengar!” Buaya sangat sedih mendengar perkataan itu. Air matanya menetes. “Aku pikir senandung itu suaraku,” katanya pilu. “Kau tahu, aku ingin sekali bisa bernyanyi. Tadi kupikir aku sudah bisa menyanyi. Ternyata? Oh, betapa malangnya aku yang bersuara buruk!” Burung Penyanyi merasa iba. Ia segera mencari cara untuk menghibur sahabatnya itu. “Teman, bagaimana kalau kau membuat gelembung gelembung air dan aku bersenandung? Kita lakukan secara bersamaan. Suara yang terdengar pasti sangat enak didengar.” Buaya setuju. Ia lalu memasukkan moncongnya ke dalam air dan membuat gelembung-gelembung. Burung Penyanyi bernyanyi. Suara nyanyiannya sangat pas dengan suara gelembung-gelembung air yang dibuat Buaya. Buaya senang sekali. Sejak itu mereka berdua selalu melakukan hal itu setiap hari. Agar Burung Penyanyi tidak masuk lagi ke dalam mulutnya, Buaya selalu memberi tahu dulu sebelum membuka mulutnya. Wow, mereka rukun, ya!

Dongeng Anak: Buah Semangka Pak Rio dan Buaya Sama Burung Penyanyi