Dongeng Anak: Balasan Bagi Yang Rakus
Suatu sore, seekor ayam jago berjalan mendatangi seekor gajah. Setelah
dekat ia berkokok, “Ku-ku-ru-yuk!”
Gajah merasa heran sekali.
“Ada apa, Bung Ayam?” tanya Gajah.
Ayam Jago tak menyahut. Dikepak-kepakkan sayapnya. Kakinya dikaiskaiskan
ke tanah. Ia mematuki butiran beras. Lalu, kembali ia berkokok, “Kuku-
ru-yuk!”
Lama Gajah memerhatikan Ayam Jago. Tanyanya, “Bung Ayam, katakan
padaku, siapa menurutmu yang makannya lebih banyak? Kau, atau aku?”
Ayam Jago berhenti mematuk-matuk. Ditatapnya Gajah dengan tajam.
Lalu katanya, “Tentu saja aku!”
Gajah bersuara nyaring. Belalainya yang besar dan panjang diangkatnya.
Dongeng Anak: Balasan Bagi Yang Rakus
Ayam Jago berkokok keras, “Ku-ku-ru-yuk! Aku tidak hanya makan lebih
banyak darimu, hei, Pak Gajah, tapi juga aku makan lebih cepat!”
Mereka lalu memutuskan untuk mengadakan pertandingan untuk
menentukan siapa yang makannya paling banyak. Mereka mengundang
semua binatang untuk datang ke tepi sungai.
“Teman-teman, hari ini kita akan melihat siapa yang makannya lebih
banyak. Ayam Jago atau Gajah?” Harimau berkata.
Gajah dan Ayam Jago lalu mulai makan. Gajah makan sampai perutnya
kenyang. “Aku mau berhenti makan. Jika tidak, perutku bisa meledak,” ucap
Gajah setelah beberapa lama. Saat itu udara sore sangatlah panas. Gajah
mengantuk. Segera ia terlelap.
Ayam Jago terus saja makan. Dipatukinya butiran-butiran beras. “Ku-kuru-
yuk!” ia berkokok. Para binatang yang menonton kesal melihatnya. “Jangan banyak lagak!” omel Ular.
Ayam Jago tak memedulikan.
Gelap hampir datang. Gajah bangun dari tidurnya. Ia melihat Ayam Jago
yang masih makan. Binatang-binatang yang menonton memberitahunya
kalau Ayam Jago belum juga berhenti makan sejak tadi.
“Rakus sekali,” kata Gajah.
Ayam Jago melihat ke arah Gajah. Ejeknya, “Apakah kau tidur nyenyak,
Pak Gajah? Apakah kau tidak ingin meneruskan pertandingan? Ku-ku-ru-yuk!
Kau tidak bakal menang! Kau lemah dan bodoh!” Gajah meneruskan makannya. Tak
lama ia pun berhenti. “Oh, aku tak
mampu untuk meneruskan makanku
lagi!” keluhnya. “Perutku sakit sekali!”
Ia memerhatikan Ayam Jago yang masih
mematuki butiran beras.
Ayam Jago sangat senang. “Aku menang! Akulah
yang paling hebat!” serunya. Ia membentangkan
sayapnya, kemudian melompat ke punggung Gajah.
Penuh kemarahan Gajah menggoyangkan
tubuhnya agar Ayam Jago turun.
Ia
lalu berlari masuk hutan. Ayam Jago
mengepak-ngepakkan sayapnya lalu
meneruskan makannya. Binatang-binatang yang menonton
memerhatikan dengan heran Ayam Jago yang terus saja makan. Mereka
merasa cemas. Cepat mereka menemui Gajah.
“Bung Ayam,” menasihati Gajah, “kalau kau terus saja makan, kau akan
sakit nanti. Berhentilah.”
Namun, Ayam Jago terus saja mematuki butiran beras.
“Ku-ku-ru-yuk!” Ayam Jago berkokok.
Binatang-binatang yang menonton bubar. Baru saja mereka akan
memasuki hutan, ketika tiba-tiba mereka mendengar suara aneh. Suara Ayam
Jago! Binatang-binatang itu cepat mendatangi Ayam Jago kembali. Mereka
melihat muka ayam itu memerah. Lidahnya kelu. Lehernya tercekik karena
kebanyakan makan.
“T-tol-tolong ak-akuuu!” seru Ayam Jago. Ia menggeloso roboh dan mati.
“Itulah akibat terlalu rakus,” ucap Gajah pilu.