Dongeng Anak: Batu Karang dan Cerpelai
Seekor cerpelai datang ke sebuah hutan. Ia melihat banyak tikus di sana.
Bangsa cerpelai sangat suka memakan tikus. Maka, cerpelai itu pun
bermaksud untuk tinggal di hutan itu.
Cerpelai lalu mencari tempat berdiam di balik semak-semak. Keesokan
harinya, ia berjalan menaiki sebuah bukit kecil. Di puncak bukit ada sebuah
batu karang. Cerpelai duduk di atasnya. “Siapa kau?” hardik Batu Karang.
“Siapa pun kau, jangan duduk di atasku!”
“Aku akan duduk di sini selama aku suka,” kata Cerpelai. “Bukankah engkau
tidak bisa ke mana-mana?”
Batu Karang cuma bisa mengeluh karena tak ada yang bisa dilakukannya
lagi. Sementara, Cerpelai duduk di atas kaki belakangnya. Ia mengangkat
kaki depannya di muka tubuhnya, memandang ke langit, dan berpura-pura
berdoa. Ketika matahari terbenam, Cerpelai menuruni bukit, kembali ke
tempatnya berdiam. Keesokannya ia melakukan hal yang sama. Begitu pula
keesokan harinya dan hari-hari seterusnya.
Para tikus merasa heran sekali melihat tingkah Cerpelai. Mereka lalu ingin
tahu apa yang tengah dilakukannya. Maka, selama beberapa hari mereka
memerhatikan.
Dongeng Anak: Batu Karang
Akhirnya, Pemimpin Para Tikus menugaskan seekor tikus muda
untuk bertanya pada Cerpelai mengenai apa yang tengah dikerjakannya. Si
Tikus Muda segera menemui Cerpelai. Tanyanya pada binatang itu. “Hei,
Cerpelai, apa yang tengah kaukerjakan di sini?”
“Aku tengah berdoa,” jawab Cerpelai.
Si Tikus Muda menuruni bukit. Diceritakannya tentang apa yang tengah
dilakukan Cerpelai pada tikus-tikus lain. Para tikus lalu berpendapat bahwa
cerpelai itu binatang yang mulia serta bijak. Ketika matahari terbenam,
mereka menunggu Cerpelai di kaki bukit. Ucap Pemimpin Para Tikus pada
Cerpelai, “Kami ingin memberi penghormatan untukmu.” Tikus-tikus mengitari Cerpelai sebanyak tiga kali putaran. Kemudian
mereka pulang. Tak seekor tikus pun tahu, kalau salah seekor dari mereka
telah lenyap. Keesokan hari, ketika matahari terbenam, kembali para tikus
menunggu Cerpelai di kaki bukit, kemudian memberi penghormatan seperti
kemarin. Dan seekor tikus lenyap seusai itu.
Waktu berlalu. Penghormatan terhadap Cerpelai terus dilakukan tikustikus
setiap hari. Akibatnya jumlah mereka menyusut. Seekor demi seekor
lenyap.
Beberapa bulan kemudian, Pemimpin Para Tikus menyadari adanya
keanehan di antara kaumnya. Segera ia mengadakan pertemuan. “Ada yang
tak beres,” katanya. “Bangsa kita telah berkurang banyak. Aku kira mereka
telah dimangsa cerpelai itu.”
Para tikus memutuskan untuk memeriksa kediaman Cerpelai. Keesokan hari,
s a a t Cerpelai tengah di puncak bukit, mereka melakukannya. Mereka
menemukan tumpukan tulang-belulang tikus. Para tikus
sangat marah dan bermaksud membuat perhitungan.
Sore datang menjelang. Tikus-tikus bersiap-siap.
Para tikus muda dan kuat menaiki bukit. Tikus-tikus lain
menunggu di kaki bukit. Matahari lalu terbenam. Cerpelai
menuruni bukit. Tikus-tikus muda dan kuat mendorong
batu karang yang biasa diduduki Cerpelai. Batu bergerak, lalu
menggelinding menuruni bukit.
Cerpelai yang tengah memikirkan mangsanya tidak
mendengar kedatangan batu itu. Akhirnya batu itu
mendarat di atas tubuh Cerpelai. “Pergi!” omel
Cerpelai. “Jangan duduki aku!”
“Aku akan berada di sini selamanya!” ucap
Batu Karang. “Bukankah aku tidak bisa ke
mana-mana?”
Dongeng Anak: Berhitung Sambil Bermain
Satu, hitungan dimulai.
Dua, kau dan aku berpegangan.
Tiga, ayo kita bermain!
Empat, kita berdiri tegak.
Lima, mari bergoyang.
Enam, kaki menendang-nendang.
Tujuh, angkat tangan ke atas.
Delapan, beri hormat!
Sembilan, ayo duduk!
Sepuluh, mari kita mulai lagi
dari awal