Friday, December 30, 2011

Dongeng Anak: Batu Karang dan Cerpelai dan Berhitung Sambil Bermain

Dongeng Anak: Batu Karang dan Cerpelai

Seekor cerpelai datang ke sebuah hutan. Ia melihat banyak tikus di sana. Bangsa cerpelai sangat suka memakan tikus. Maka, cerpelai itu pun bermaksud untuk tinggal di hutan itu. Cerpelai lalu mencari tempat berdiam di balik semak-semak. Keesokan harinya, ia berjalan menaiki sebuah bukit kecil. Di puncak bukit ada sebuah batu karang. Cerpelai duduk di atasnya. “Siapa kau?” hardik Batu Karang. “Siapa pun kau, jangan duduk di atasku!” “Aku akan duduk di sini selama aku suka,” kata Cerpelai. “Bukankah engkau tidak bisa ke mana-mana?” Batu Karang cuma bisa mengeluh karena tak ada yang bisa dilakukannya lagi. Sementara, Cerpelai duduk di atas kaki belakangnya. Ia mengangkat kaki depannya di muka tubuhnya, memandang ke langit, dan berpura-pura berdoa. Ketika matahari terbenam, Cerpelai menuruni bukit, kembali ke tempatnya berdiam. Keesokannya ia melakukan hal yang sama. Begitu pula keesokan harinya dan hari-hari seterusnya. Para tikus merasa heran sekali melihat tingkah Cerpelai. Mereka lalu ingin tahu apa yang tengah dilakukannya. Maka, selama beberapa hari mereka memerhatikan. 

Dongeng Anak: Batu Karang

Akhirnya, Pemimpin Para Tikus menugaskan seekor tikus muda untuk bertanya pada Cerpelai mengenai apa yang tengah dikerjakannya. Si Tikus Muda segera menemui Cerpelai. Tanyanya pada binatang itu. “Hei, Cerpelai, apa yang tengah kaukerjakan di sini?” “Aku tengah berdoa,” jawab Cerpelai. Si Tikus Muda menuruni bukit. Diceritakannya tentang apa yang tengah dilakukan Cerpelai pada tikus-tikus lain. Para tikus lalu berpendapat bahwa cerpelai itu binatang yang mulia serta bijak. Ketika matahari terbenam, mereka menunggu Cerpelai di kaki bukit. Ucap Pemimpin Para Tikus pada Cerpelai, “Kami ingin memberi penghormatan untukmu.” Tikus-tikus mengitari Cerpelai sebanyak tiga kali putaran. Kemudian mereka pulang. Tak seekor tikus pun tahu, kalau salah seekor dari mereka telah lenyap. Keesokan hari, ketika matahari terbenam, kembali para tikus menunggu Cerpelai di kaki bukit, kemudian memberi penghormatan seperti kemarin. Dan seekor tikus lenyap seusai itu. Waktu berlalu. Penghormatan terhadap Cerpelai terus dilakukan tikustikus setiap hari. Akibatnya jumlah mereka menyusut. Seekor demi seekor lenyap. 

Beberapa bulan kemudian, Pemimpin Para Tikus menyadari adanya keanehan di antara kaumnya. Segera ia mengadakan pertemuan. “Ada yang tak beres,” katanya. “Bangsa kita telah berkurang banyak. Aku kira mereka telah dimangsa cerpelai itu.” Para tikus memutuskan untuk memeriksa kediaman Cerpelai. Keesokan hari, s a a t Cerpelai tengah di puncak bukit, mereka melakukannya. Mereka menemukan tumpukan tulang-belulang tikus. Para tikus sangat marah dan bermaksud membuat perhitungan. Sore datang menjelang. Tikus-tikus bersiap-siap. Para tikus muda dan kuat menaiki bukit. Tikus-tikus lain menunggu di kaki bukit. Matahari lalu terbenam. Cerpelai menuruni bukit. Tikus-tikus muda dan kuat mendorong batu karang yang biasa diduduki Cerpelai. Batu bergerak, lalu menggelinding menuruni bukit. Cerpelai yang tengah memikirkan mangsanya tidak mendengar kedatangan batu itu. Akhirnya batu itu mendarat di atas tubuh Cerpelai. “Pergi!” omel Cerpelai. “Jangan duduki aku!” “Aku akan berada di sini selamanya!” ucap Batu Karang. “Bukankah aku tidak bisa ke mana-mana?”

Dongeng Anak: Berhitung Sambil Bermain

Satu, hitungan dimulai. Dua, kau dan aku berpegangan. Tiga, ayo kita bermain! Empat, kita berdiri tegak. Lima, mari bergoyang. Enam, kaki menendang-nendang. Tujuh, angkat tangan ke atas. Delapan, beri hormat! Sembilan, ayo duduk! Sepuluh, mari kita mulai lagi dari awal

Dongeng Anak: Batu Karang dan Cerpelai dan Berhitung Sambil Bermain