Friday, December 23, 2011

Dongeng Anak: Belajar Mendengkur

Dongeng Anak: Belajar Mendengkur

Pus dan Kus adalah dua anak kucing milik Bu Mirna. Suatu pagi, dengan mata masih mengantuk Pus berkata pada Kus, “Apakah kau ingat dengkuran merdu ibu kita?” “Ya,” sahut Kus sambil memalingkan kepalanya pada Pus. “Dengkuran yang terdengar saat Ibu senang pada kita.” “Atau saat Ibu kasihan pada kita,” Pus ikut menimpali. “Atau saat Ibu ingin kita segera tidur,” Kus menambahkan lagi. “Seandainya aku dapat mendengkur!” ujar Pus. “Pernah kucoba, tapi kok susah, ya? Coba, kucoba lagi.” Namun, cuma suara tercekik yang keluar, seperti ada tulang ikan yang tersumbat di kerongkongan Pus. “Sekarang aku yang mencoba,” kata Kus. “Sudah benar?” tanya Kus setelah mencoba mendengkur. “Sama sekali belum,” timpal Pus. “Dengkuranmu sangat buruk. Suaramu seperti kucing sedang sakit. Tak seperti dengkuran Ibu yang selalu merdu dan penuh kedamaian.” Tiba-tiba seekor lebah besar dan berbulu lembut masuk ke dapur melalui jendela. 
Ia mendengung naik dan turun di depan kaca. Tampaknya, ia sedang berusaha mencari jalan keluar. “Dengar!” seru Kus. “Lebah itu sedang mendengkur! Ayo, kita tanya padanya bagaimana ia melakukannya!” Kus melompat ke sebuah kursi dan kemudian ke meja. Ia mengapai-gapaikan kaki depannya. “Hei, Lebah, dapatkah kau memberitahu kami cara mendengkur?” tanya Kus. “Mendengkur?” tanya si Lebah heran sambil berputar. “Aku tidak mendengkur! Aku berdengung seperti yang dilakukan semua lebah. Aku berdengung karena sayapku. Kau tak mempunyai sayap, berarti kau tidak dapat berdengung.” Tak lama kemudian, si Lebah menemukan bagian dari jendela yang terbuka. Ia pun keluar menuju matahari pagi yang bersinar lembut. “Jangan kauhiraukan,” hibur Pus. “Ia telah pergi. Tunggu! Coba kau dengar! Aku seperti mendengar suara dengkuran yang lain lagi.” Kus memasang telinganya. Ya, ia pun mendengar suara lembut dan indah. Ternyata, suara itu berasal dari ketel di atas kompor. Kus menghampiri ketel itu dan memandanginya. 

Ia lalu bertanya dengan sopan, “Ketel, dapatkah kau memberitahu kami cara mendengkur?” “Aku akan memberitahu kalian jika aku dapat,” jawab si Ketel dengan ramah. “Tapi, aku tidak dapat mendengkur. Yang kau dengar tadi adalah suara nyanyianku. Aku selalu menyanyi apabila air di dalam tubuhku telah mendidih. Bu Mirna akan mengangkatku dari atas kompor sebelum aku bergetar.” Bu Mirna pun masuk. Setelah yakin air dalam ketel telah mendidih, dia mengangkat ketel itu dari atas kompor. Dia lalu pergi ke ruang tamu mengambil mesin mengisap debu. Dia hendak membersihkan karpet. Mesin pengisap debu itu mengeluarkan suara desingan keras sewaktu mengisap debu. Kedua anak kucing itu menutup telinga mereka. Sesuatu sedang mendengkur dengan keras sekali. Lantai tampak bergetar. Pus dan Kus merayap ke bawah meja, memerhatikan mesin pengisap debu yang maju mundur di atas karpet dan mendengkur dengan sangat keras. Bu Mirna mematikan mesin pengisap debu itu sebentar. Suara berisik pun berhenti. Anak-anak kucing dengan tidak sabar bertanya, “Maukah kau mengajari kami cara mendengkur? Kami tidak perlu mendengkur terlalu keras sepertimu. Perlahan saja dan lembut.” “Aku tidak dapat mengajari kalian cara mendengkur,” raung si Mesin Pengisap Debu ketika Bu Mirna menyalakannya kembali. “Kalian harus memiliki kantung debu di dalam tubuh kalian dan juga mesin. Apa kalian mau memakan debu sepertiku? Kadang-kadang aku memakan juga peniti, batang korek api, rambut, dan batu-batu kecil. 

Apa kalian mau?” “Ah, tidak. Kami lebih suka memakan susu dan ikan. Terima kasih,” jawab kedua anak kucing, lalu mereka merangkak kembali ke dalam keranjang tidur mereka. “Sudahlah! Kita tak usah pusing memikirkan cara mendengkur,” kata Pus. “Tampaknya sangat sulit. Ayo, kita main saja! Aku akan mencoba menangkap ujung ekorku saja.” Pus lalu memutar-mutar tubuhnya. Ekornya pun ikut berputar sehingga ia tidak pernah dapat menangkapnya. Lucu sekali. Ketika berhenti berputar, ia merasa sangat pusing. Petang itu, ketika melihat Pus dan Kus, Bu Mirna meletakkan rajutannya di atas meja. Dia lalu membaringkan kedua anak kucing di pangkuannya dan mengusap-usap mereka dengan lembutnya. Ya, ia memang sangat menyayangi mereka. “Aku mendengar suara dengkuran,” ucap Pus. “Aku juga,” jawab Kus. “Begitu lembut. Dengkuran siapa, ya?” “Entahlah. Aku sudah mengantuk.” “Oh, kau yang mendengkur!” seru Kus gembira. “Bukan, itu kau!” tukas Pus. Mereka lalu mendengarkan suara dengkuran itu lagi. “Oh, itu suara dengkuran kita!” seru mereka gembira. Akhirnya, Pus dan Kus sangat bahagia karena dapat mendengkur seperti ibu mereka.

Dongeng Anak: Belajar Mendengkur